METROSUAR.COM – Calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia yang terpilih diharapkan dapat membuat regulasi terkait rokok elektrik berdasarkan penelitian dan kajian yang baik.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita, dalam pernyataannya yang diterima redaksi, Jumat (16/2).
“Harapan kami, Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka sebagai calon kuat pemimpin kita berdasarkan hasil hitung cepat, dapat menjadi pemimpin yang mendukung konsep harm reduction bukan hanya dari sisi kendaraan (elektrik),” ujar Garindra.
Industri rokok elektrik berkembang pesat di dunia. Namun, belakangan Pemerintah Indonesia melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan memberikan banyak poin pelarangan produk tembakau, termasuk rokok elektrik.
Garindra menyoroti RPP Kesehatan memuat poin-poin aturan kontroversial terhadap produk rokok elektrik. Ia melihat ada poin dalam RPP Kesehatan yang melangkahi aturan lain di Kementerian tertentu.
Ia berharap peraturan rokok elektrik disusun berdasarkan profil risikonya. Menurutnya produk rokok elektrik dipandang sebagai produk rendah risiko, di beberapa negara bahkan produk ini dijadikan solusi bagi para perokok yang ingin beralih.
“Menurut pandangan kami, misalnya untuk kemasan rokok elektrik sudah diatur dengan sangat baik melalui Peraturan Menteri Keuangan yang sudah berjalan,” kata Garindra.
Kementerian Kesehatan berencana mengesahkan RPP Kesehatan setelah Pemilihan Umum 2024.
Bila disahkan, aturan ini akan memberikan dampak yang signifikan pada beberapa industri, salah satunya industri tembakau yang juga telah menerima kenaikan cukai setiap tahunnya.
Menyoroti RPP Kesehatan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan penerimaan negara akan turun sekitar 0,53 persen jika pasal-pasal kontroversial tembakau di RPP Kesehatan disahkan.
“Dari sisi penerimaan negara, terdapat indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun,” jelas Tauhid beberapa waktu lalu.
Ia berharap agar perumusan aturan RPP Kesehatan, terutama yang menyangkut industri tembakau perlu mempertimbangkan banyak hal. Mengingat luas dan besarnya ekosistem tembakau di Indonesia, ia menyarankan agar pasal-pasal tembakau diatur terpisah dalam rancangan peraturan tersendiri.
Selain melakukan banyak larangan pada RPP Kesehatan, Pemerintah Indonesia juga konstan menaikkan cukai rokok secara signifikan.
Kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan dan Penyetoran Pajak Rokok, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Kenaikan cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) sudah ditetapkan sejak akhir 2022. Menurut Garindra, kenaikan ini sudah bisa diantisipasi karena telah diinformasikan sejak 2022.
“Yang tidak bisa kami antisipasi adalah pajak rokok. Jadi pajak rokok ini adalah pajak yang alokasinya untuk pemerintah daerah. Berbeda dengan PPNHT, berbeda dengan cukai, yang sebelumnya hanya dikenakan di rokok konvensional dan kemudian pada tahun ini dikenakan ke rokok elektrik,” katanya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam keterangannya pada Kamis (15/2) mengatakan, bahwa menaikkan cukai rokok tidak serta merta menurunkan jumlah perokok.
“Pemerintah berdalih, menaikkan cukai rokok akan mengurangi jumlah perokok. Faktanya, hanya ilusi. Jumlah perokok tidak turun meskipun pemerintahan Joko Widodo menaikkan cukai rokok setiap tahun sejak 2015,” katanya. (*)
Tidak ada komentar