x

Kasus Penyerobotan Lahan Proyek Karawaci CBD Diharapkan Tuntas Sebelum Jokowi Lengser

waktu baca 6 menit
Senin, 6 Mei 2024 22:03 0 97 adminmetrosuar

METROSUAR.COM – Selama bertahun-tahun kasus dugaan penyerobotan atau perampasan lahan untuk Proyek Karawaci Central Business District (CBD) yang berada di sisi utara jalan tol Jakarta Merak KM 21,5 tak kunjung mendapatkan penyelesaian. Bahkan di atas lahan tersebut kini sudah berdiri sejumlah bangunan yang izinnya diragukan.

Padahal di lahan yang berada di seberang proyek Lippo Karawaci dan sebelah timur dan baratnya berbatasan dengan proyek Perumahan Palem Semi milik PT Bina Sarana Mekar itu, pihak pengembang proyek Karawaci CBD, PT Satu Stop Sukses (SSS), telah mendapatkan Izin Pertimbangan Teknis Pertanahan dari BPN Kabupaten Tangerang pada 2012. Pada tahun yang sama, PT SSS juga telah mendapatkan SK Izin Lokasi dari Bupati Tangerang.

Pada 2013, PT SSS telah membebaskan tanah luas 6,6 Ha sesuai dengan SK Izin Lokasi Bupati Tangerang tersebut. Kemudian, pada 2014 PT SSS telah menunjuk PT Pandega Desain Weharima (PDW) untuk membuat masterplan di tanah tersebut.

“Siteplan untuk Proyek Karawaci CBD tersebut telah diterbitkan oleh Pemkab Tangerang pada tanggal 9 Juli 2015,” ucap Direktur Utama PT SSS, Kismet Chandra, melalui keterangan tertulisnya, Senin (6/5).

PT SSS kemudian menunjuk kontraktor PT PP (Persero) untuk melaksanakan pembangunan tahap pertama proyek Karawaci CBD pada 2015. Kontrak senilai Rp392 miliar telah disepakati, dan uang muka pertama sejumlah Rp2,75 miliar pun telah dibayar.

Kismet Chanda menuturkan, pada 2007 Ditjen Perkebunan mengajukan permohonan penyerahan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial kepada Bupati Tangerang. Namun penyerahannya belum terlaksana.

Hingga akhirnya pada 2010, Dirjen Perkebunan, Achmad Manggabarani, menerbitkan Surat Penugasan No. 311/KP.340/E1.1/06/2010 yang isinya menugaskan 11 pejabat dari Ditjen Perkebunan untuk melanjutkan
penyelesaian fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang berada di Kavling Direktorat Jenderal Perkebunan Tangerang.

Poin penting dalam Surat Tugas tersebut, menurut Kismet Chandra, adalah penyerahan tanah fasos fasum yang sudah diajukan penyerahannya oleh Ditjen Perkebunan kepada Bupati Tangerang seluas 7,2 Ha, dan kepada Walikota Tangerang seluas 6,8 Ha.

“Pada tanggal 20 November 2013 telah ditandatangani MOU antara PT SSS dengan Tim yang terdiri dari 11 pejabat Ditjen Perkebunan yang dibentuk oleh Bapak Dirjen Perkebunan tahun 2010, untuk menyerahkan tanah fasos fasum
seluas 7,2 Ha, di antaranya yang 5,5 Ha ada di areal proyek Karawaci CBD,” papar Kismet Chandra.

“Surat perintah pembayaran pertama diterbitkan tanggal 20 November 2013, telah dibayar pada 21 November 2013,” sambungnya.

Selanjutnya, pada 31 Oktober 2013 telah diadakan rapat di kantor Sekda Kabupaten Tangerang membahas penyerahan tanah fasos fasum seluas 7,2 Ha tersebut. Tim 11 Ditjen Perkebunan pun telah mengajukan permohonan pengukuran tanah PSU luas 7,2 Ha tersebut kepada BPN Kabupaten Tangerang pada 21 November 2013.

Diungkap Kismet Chandra, kondisi makin rumit ketika pada 2014 datang tim ormas Paguyuban Bina Mitra. Mereka berkedok membantu sejumlah penggarap yang patut diduga didatangkan oleh sejumlah pejabat dari Pemkab Tangerang dan Paguyuban Bina Mitra sendiri.

Paguyuban Bina Mitra, menurut Kismet Chandra, telah mengatur jual beli tanah di areal proyek Karawaci CBD, membeking pembelinya untuk bisa membangun di tanah tersebut tanpa gangguan dari Pemkab Tangerang dan dari Kepolisian.

Dia pun mencontohkan, saat ini sebagian areal Karawaci CBD telah dibuat tempat pemancingan berbayar. Lalu ada yang dibangun peternakan sapi, rumah kos, gudang terbuka, hingga gudang oli bekas yang sempat terbakar pada 2023 lalu.

Lanjut Kismet Chandra, Paguyuban Bina Mitra juga membantu penggarap mengajukan hak kepada BPN Tangerang agar diterbitkan sertifikat kepada penggarap. Setelah itu tanahnya dijual kepada sebuah korporasi, hasil penjualannya 40 persen untuk penggarap, 60 persen untuk Paguyuban Bina Mitra.

“Pada 20 Agustus 2016 Paguyuban Bina Mitra dengan penggarap bernama Nurhayani yang menggarap di tanah 14 Ha membuat Surat Perjanjian dengan Yayan Permana selaku Ketua Paguyuban Bina Mitra bersedia mengurus Tanah Negara (sebagian dari tanah 5,5 Ha tersebut) yang digarap oleh Nurhayani dalam rangka mendapatkan hak bertindak untuk dan atas nama serta mewakili segala kepentingan Nurhayani dalam rangka memperjuangkan hak atas tanah negara dimaksud. Imbalannya, setelah tanahnya dilepaskan kepada pihak ketiga, Nurhayani akan memberikan success fee sebesar 60 persen dari nilai pembayaran pihak ketiga,” bebernya.

“Surat Perjanjian tersebut diketahui oleh Bapak Samsul Maarifin, Lurah Bencongan,” tambah Kismet Chandra.

Perbuatan itu disebut dirinya telah melanggar Pasal 263 KUHP dalam hal pengajuan sertifikat untuk tanah di areal proyek Karawaci CBD dengan dokumen yang sudah dinyatakan palsu oleh PN Tangerang. Pelakunya, Lurah Bencongan, pada 2000 sudah dinyatakan bersalah oleh Hakim PN Tangerang dan dihukum selama 1,5 tahun.

Sayangnya, aksi yang juga melanggar Pasal 385 KUHP dan Pasal 212/214 KUHP itu tidak pernah ada tindakan dari aparat walaupun sudah menerima laporan dari pihak korban, di antaranya PT SSS.

Begitu pula tidak ada pengambilan tindakan hukum oleh tim dari Ditjen Perkebunan yang telah mengajukan penyerahan 7,2 Ha tanah fasos fasum tersebut.

Surat Perintah Bongkar

Disampaikan Kismet Chandra, aksi yang lebih “gila” lagi terjadi pada 2015 setelah Dirjen Perkebunan, Ahmad Manggabarani, pensiun. Tim 11 Ditjen Perkebunan yang mendapat Surat Tugas dari Dirjen Perkebunan untuk mengadakan penyerahan tanah fasos fasum dan sudah menerima uang muka Rp90 juta dari PT SSS, tiba-tiba bersama PT Bina Sarana Mekar memagar kembali tanah fasos fasum seluas 7,2 Ha tersebut yang sebagian areanya ada di proyek Karawaci CBD.

Padahal tanah sarana olahraga tersebut sudah diajukan permohonan penyerahannya pada 2007 dan 2013.

Pada 2012, lanjut Kismet Chandra, Bupati Tangerang saat itu telah menerbitkan Surat Perintah Bongkar untuk sejumlah tanah yang tidak ada izin mendirikan bangunan di berbagai tempat di Kabupaten Tangerang. Di antaranya bangunan liar di areal tanah Proyek Karawaci CBD. Pembongkaran telah dilakukan pada Januari 2012.

Anehnya, saat tersisa 20 bangunan, pembongkaran dihentikan oleh Kepala Satpol PP Pemkab Tangerang.

Pada 2015, Bupati Tangerang kembali menerbitkan Surat Perintah Bongkar untuk bangunan tanpa IMB yang ada di areal proyek Karawaci CBD. Akan tetapi tak kunjung terlaksana sampai sekarang.

“Sejak 2016 sampai sekarang Satpol PP Pemkab Tangerang tidak pernah datang lagi ke areal proyek Karawaci CBD. Padahal di proyek Karawaci CBD tersebut Pemkab Tangerang memiliki fasos fasum seluas 5,5 Ha dari Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang dan 2,64 Ha dari proyek Karawaci CBD luas 6,6 Ha milik PT SSS,” tutur Kismet Chandra.

“Satpol PP Pemkab Tangerang membuat alasan tidak bisa masuk ke areal proyek Karawaci CBD, dan Polres Tangerang Selatan secara terang-terangan menyatakan areal Proyek Karawaci CBD adalah areal yang tidak kondusif,” tambahnya.

Padahal, kata Kismet Chandar, ada peraturan dalam UU KPK yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusak, atau membuat tidak dapat dipakai dan membiarkan orang lain merampas tanah milik negara adalah korupsi; Pegawai Negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan negara dan orang lain adalah korupsi; dan Pegawai Negeri menjual tanah fasos fasum milik negara adalah korupsi.

Sebagai korban dari penyerobotan lahan proyek Karawaci CBD yang bernilai triliunan rupiah, Kismet Chandra berharap Presiden Joko Widodo sebelum pemerintahannya berakhir pada 20 Oktober 2024, bisa mengembalikan tanah seluas 14 hektare tersebut ke PT SSS dan Pemkab Tangerang.

Jika sampai “diwariskan”, dia berharap presiden terpilih Prabowo Subianto bisa mengambil contoh pemberantasan korupsi yang dilakukan Pemerintah China. Di mana Presiden China, Xi Jinping, langsung melakukan pemberantasan korupsi besar-besaran. Seperti penangkapan 378 koruptor yang sudah lari keluar negeri dan dihukum berat, sehingga pejabat-pejabat lainnya takut melakukan korupsi.

“Diharapkan Bapak Presiden Prabowo Subianto juga segera melakukan tindakan pemberantasan korupsi, negara tidak bisa maju karena korupsi. Pengusahanya untung besar bukan karena pintar dan kerja keras, hanya pintar melobi dan
menyuap. Pengusaha yang jujur dan kerja keras banyak yang tidak bisa maju karena tidak pintar menyuap,” demikian Kismet Chandra. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
x