x

Membangun Kepercayaan dalam Berbangsa dan Bernegara

waktu baca 4 menit
Senin, 11 Mar 2024 10:53 0 60 adminmetrosuar

OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI

LAWAN dari kepercayaan adalah ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan terbangun dari adanya perbedaan-perbedaan. Perbedaan yang berasal dari keberagaman nilai-nilai, keyakinan, norma-norma, kejujuran, dan keimanan.
Pengalaman yang membuat terjadinya keberagaman perbedaan tersebut. Misalnya, ketika diagram Sirekap Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyajikan pemenang ranking pertama adalah paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Selanjutnya ranking kedua adalah Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Ranking ketiga adalah Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Setelah itu paslon ranking pertama mencapai proporsi lebih dari 51 persen, maka implikasinya adalah Pilpres berlangsung satu putaran. Tidak ada putaran kedua.

Persoalannya kemudian adalah bertumbuh kembang ketidakpercayaan. Ganjar yang secara individual pertama pernah mencapai prediksi elektabilitas 30 persen pada awalnya hasil survei konsultan pilpres.

Kemudian Mahfud MD adalah dulunya seorang Menkopolhukam dan bukanlah sebagai pendatang baru. Dibantu dana kampanye yang paling banyak di antara paslon, serta kemampuan tim sukses dalam mengumpulkan penonton pada kampanye tertutup dan terbuka, maka Ganjar sungguh menjadi sangat tidak percaya, jika hasil hitung cepat menunjukkan angka 16 persen dan ranking yang terendah. Tidak percaya kalau kalah.

Mustahil katanya. Pasti karena kecurangan. Dinakali. Implikasinya adalah Ganjar mengusulkan gagasan, agar DPR RI mengajukan hak angket. Minimal hak interpelasi. Paling tidak rapat kerja DPR RI untuk mencari tahu tentang mengapa suara Ganjar terhempas jatuh lebih rendah dibandingkan perolehan suara PDIP. Bahkan menjadi negatif, jika digabung dengan perolehan suara gabungan parpol seluruh koalisi pengusung paslon Ganjar Mahfud.

Kemudian Mahfud MD mempercayai ahli teknologi informasi tentang angka yang dapat dikunci menjadi 17 persen. Angka perhitungan yang dikunci seperti dalam perangkat lunak Excel. Sekjen PDIP pun percaya total tentang isu penguncian tersebut.

Implikasinya adalah perhitungan real count rekapitulasi KPU dalam bentuk Sirekap diminta dihentikan. KPU meresponsnya dengan menyajikan hasil perhitungan C1 plano pada tingkatan Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Ada 823.220 TPS dalam pemilu 2024. Sekalipun terdapat fitur rekapitulasi, namun tampilan rekapitulasi berikut kelengkapan fitur semula saat ini masih belum dapat dikembalikan sebagaimana tujuan semula untuk memperoleh tampilan total rekapitulasi real count KPU. Perbaikan sedang dikerjakan.

Jadwal pengumuman penetapan suara pemenang pemilu 2024 tanggal 20 Maret 2024 tersisa 9 hari lagi di bulan ramadhan. Dengan penyajian tampilan data awal C1 plano dan semua fitur rekapitulasi suara secara berjenjang dan kecanggihan komputasi, maka sesungguhnya pertanyaan dasar tentang perolehan suara Ganjar dan Mahfud MD sekitar 16 persen hingga 17 persen akan dengan sangat mudah segera terjawab.

Akan segera terang benderang tentang persoalan hitung menghitung real count secara berjenjang. Akan segera terbuka tentang mana isu dan rumor yang terbukti mana saja yang benar. Akan terjawab tanpa perlu rapat kerja DPR, Pansus DPD, hak interpelasi, hak angket, isu penguncian 17 persen, dan pemakzulan presiden.

Juga akan segera terbukti tentang dugaan Jusuf Kalla mengenai pemilu terburuk dalam sejarah Indonesia dan isu kecurangan, serta kebrutalan pemilu 2024. Dugaan yang memerlukan jawaban untuk kebaikan paslon Prabowo-Gibran, Anies-Muhaimin, dan Ganjar-Mahfud.

Bahkan sesungguhnya juga untuk menjawab persoalan masalah pemilu level pileg. Demikian argumentasi dari Jusuf Kalla.

Sesungguhnya ranah penelitian, penyelidikan, dan penyidikan untuk memperoleh jawaban dan informasi terhadap semua ketidakpercayaan tersebut di atas, akan segera diperoleh tanpa proses politik di luar mekanisme UU pemilu 7/2017.

Proses politik, yang justru berlawanan dan sebagai implikasi terhadap ketidakpercayaan terhadap mekanisme penyelesaian masalah yang dibangun dalam UU Pemilu 7/2017. Juga tanpa mekanisme parlemen jalanan dan parlemen virtual berbagai podcast dan dialog virtual yang beragam-ragam.

Diksi kecurangan sesungguhnya tidak ada dalam UU Pemilu 7/2017. Yang ada adalah diksi sengketa pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang, pemungutan suara lanjutan, pemungutan suara susulan, yang secara total daftar sengketa untuk Pilpres sebanyak 707 TPS per 11 Maret 2024.

Demikian pula pada level pileg DPR sebanyak 595 TPS. Level DPRD provinsi sebanyak 469 TPS. Untuk level pileg DPRD kabupaten/kota sebanyak 469 TPS. Level DPD sebanyak 480 TPS. Jadi secara total, sengketa sebanyak 2.720 TPS atau 33,04 per mil sengketa, yang merupakan besar faktor error untuk pemilu 2024.

Atas dasar pengukuran kuantitatif error pemilu 2024 tersebut, yang sebesar amat sangat jauh di bawah angka toleransi kesalahan 1 persen taraf kesalahan, maka orasi-orasi parlemen jalanan yang meneriakkan kata-kata demokrasi, yaitu pemilu 2024 terburuk dalam sejarah Indonesia.

Pemilu paling brutal. Pemilu curang. Batalkan pemilu. Diskualifikasikan paslon pemenang hitung cepat Prabowo Gibran. Bubarkan KPU. Bubarkan Bawaslu. Lakukan pemilu ulang. Tangkap Joko Widodo. Makzulkan presiden. Dan seterusnya berbagai aspirasi berkonotasi negatif secara kualitatif, namun tanpa pengukuran secara kuantitatif.

Menolak hitung menghitung angka-angka. Membangun ketidakpercayaan. Meyakini presiden akan segera turun lengser seperti tragedi Mei 1998.

Diksi dan narasi yang berbeda pendapat untuk membangun ketidakpercayaan dimunculkan dalam orasi-orasi parlemen jalanan. Orasi membabi buta. Kemarahan demi kemarahan. Kemarahan terungkap dari masa lalu yang gagal, ketika menjabat sebagai pejabat negara. Terkesan menimbulkan dan membangkitkan anarkisme dalam pemikiran yang berbeda.

Demikian pula dalam podcast dan dialog-dialog dalam media sosial, termasuk YouTube. Sesungguhnya 20 Maret 2024 tidaklah lama lagi. Segera tiba. Begitu pula dengan mekanisme Mahkamah Konstitusi (MK). Juga pelantikan DPR, DPRD, DPD, dan Presiden, maupun hajatan Pilkada pada tahun 2024. (*)

Peneliti Institute for Development and Finance (Indef), pengajar Universitas Mercu Buana.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
x