METROSUAR.COM – Suka cita publik yang tengah bergerak menuju kampung halaman, khususnya bagi mereka yang mengarah ke berbagai destinasi di Pulau Sumatra, demi merayakan Idul Fitri 1445 H mendadak berubah menjadi amarah.
Pasalnya, kendaraan yang mereka gunakan untuk sampai ke tempat tujuan tak kunjung naik ke atas kapal feri di lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni. Dari berbagai laporan langsung para pemudik yang dibagikan di berbagai grup Whatsapp, mereka tertahan sekitar 15-18 jam di lokasi.
Hingga kini, belum jelas kapan kemacetan bisa terurai oleh langkah diambil pemegang otoritas.
“Kemacetan di lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni bukan terjadi pada mudik kali ini saja. Dalam setiap kegiatan mudik manakala lebaran tiba, kemacetan selalu menghantui para pelaju. Tak salahlah bila jalur ini disebut ‘perlintasan neraka’. Dinamai neraka karena amarah, caci-maki dan lain sebagainya sering tumpah di sini padahal suasana masih bulan puasa,” kata Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, Minggu malam (7/4).
“Pelintas tentu saja tidak bisa disalahkan untuk itu. Mereka sudah mengeluarkan banyak energi dan biaya untuk sampai Merak. Ada di antara mereka yang berasal dari luar Jakarta seperti Bandung, Semarang atau kota lainnya di Pulau Jawa,” tambahnya.
Sambung dia, justru pemerintah yang harus dituding dan disalahkan karena telah gagal dalam mengelola dengan baik perlintasan Merak-Bakauheni. Sudah menjadi rahasia umum, lintasan penyeberangan itu sering mengalami kemacetan karena, pertama, infrastruktur dermaga tidak mencukupi sehingga olah gerak kapal feri amat terbatas.
Menurut Siswanto, rencana penambahan dermaga yang sudah disusun jauh hari sebelumnya tidak pernah bisa dieksekusi. Kedua, pengelolaan dermaga yang ada di Merak-Bakauheni dilakukan oleh PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) sementara BUMN ini juga mengoperasikan kapal penyeberangan.
“Karenanya, terjadilah monopoli dalam bisnis penyeberangan di Indonesia. Operator feri dan operator terminal penyeberangan berada dalam satu tangan yang sama, yaitu PT ASDP. Situasi ini sudah acap kali dikritik oleh berbagai pihak namun sayangnya Kementerian Perhubungan bergeming. Itulah mengapa kami sebut Menteri Perhubungan sudah gagal,” tegas Siswanto.
Ditambahkannya, selain monopoli oleh ASDP kekacauan di perlintasan neraka Merak Bakauheni juga diakibatkan oleh model tata Kelola angkutan Sungai, danau dan penyeberangan di Tanah Air.
“Lintasan penyeberangan itu berada di bawah kendali Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Kapal-kapal penyeberangan yang melayaninya juga diatur oleh mereka. Di sisi lain, urusan kapal sejauh ini berada dalam ranah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,” lanjut Siswanto.
“Karena sudah berulang kali terjadi, ada baiknya DPR RI segera memanggil Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk menjelaskan situasi yang terjadi di Merak. Syukur-syukur menterinya diminta mundur oleh parlemen,” pungkasnya. (*)
Tidak ada komentar