x

Sang Pembeda

waktu baca 9 menit
Rabu, 24 Apr 2024 17:10 0 90 adminmetrosuar

Oleh: Ahmad Arif*

IBNU Khaldun dalam Muqaddimah mengatakan bahwa peradaban tak ubahnya seperti organisme yang memiliki masa hidup. Sebuah peradaban lahir, tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Pada suatu titik, mengalami kemunduran, mati dan membusuk. Peradaban lain akan lahir dan menggantikan peradaban yang lama.

Peradaban modern, dengan segala kelebihan dan kekurangannya bagi umat manusia, berawal dari kota-kota Italia dan Prancis Selatan sekitar abad ke-14. Hasil kebudayaan dari mereka seakan menghidupkan kembali kejayaan zaman Yunani dan Romawi, masa inilah yang dikenal sebagai Renaisans Eropa.

Penggunaan kembali ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi pada zaman renaisans dapat dipastikan filsafat yang digunakan sebagai dasar mengembangkan ilmu pengetahuan mereka ialah Filsafat Materialisme. Hal tersebut dapat diketahui dengan menelusuri sumber ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi, yaitu Mesir Kuno.

Dengan adanya pergerakan renaisans terjadilah pergeseran pemikiran yang semula teosentris menjadi antroposentris, sehingga berkembanglah paham pri-kemanusiaan (Humanisme). Namun, humanisme yang berkembang adalah humanisme yang sekuler, yang menegasikan adanya Tuhan.

Renaisans adalah Revolusi Budaya, terjadi pergeseran sudut pandang (paradigm shift) Materialisme menggantikan Agama (materialism replace religion). Gerakan renaisans berkembang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan di Eropa, Hukum Positif menggantikan Hukum Agama, lahirnya kelas baru dalam kehidupan sosial, yaitu Kaum Politisi, dengan demokrasi sebagai sistem politik. Di bidang ekonomi, Sumber Daya dikuasai oleh kaum kapitalis, yang mendorong lahirnya Kolonialisme dan Imperialisme menyebar ke seluruh Dunia.

Republik Prancis Model Negara Modern

Kehidupan negeri Prancis sebelum pecahnya Revolusi, Rakyat Prancis dipimpin oleh seorang Raja, yang kekuasaannya di topang oleh Kaum Bangsawan dan Agamawan.

Seiring berjalannya waktu, muncullah golongan baru yang disebut Kaum Borjuis, Kaum Pengusaha. Untuk menyuburkan usahanya maka diperlukan peraturan dan perundang-undangan yang mendukung kepentingan mereka, maka itu mereka memerlukan posisi atau Kekuasaan di Pemerintahan.

Kaum borjuis untuk mendapatkan kekuasaan di pemerintahan maka mereka menggunakan kekuatan rakyat. Dengan semboyan Liberte, Egalite dan Fraternite (Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan). Mereka mampu membangun kekuatan rakyat. Rakyat dijadikan alat untuk mewujudkan kepentingan mereka.

Otokrasi di Prancis tumbang pada tahun 1789, maka berubahlah sistem pemerintahan di Prancis menjadi Parlemen, menjadi Negara Modern. Sistem inilah yang ditiru oleh negara-negara lain di dunia, Republik Perancis menjadi model Negara Modern.

Jika ditelaah pendirian Republik Prancis diawali oleh pemberontakan kaum borjuis, kaum kapitalis, yang meruntuhkan sistem lama (Otokrasi) dan membangun sistem baru yang disebut Nation State atau Modern State, dimana Modern State (Nation State) adalah irisan dari kepentingan kaum-kaum kapitalis/borjuis untuk menyuburkan usaha-usaha mereka yang ditopang oleh peraturan dan perundang-undangan, dalam konteks ini adalah Konstitusi. Sehingga Konstitusi menjadi alat untuk mengontrol dan mengeksploitasi rakyat Prancis yang kemudian disebut dengan Bangsa Prancis.

Dengan demikianlah dapat dipastikan Struktur Negara Modern adalah “Negara Membentuk Bangsa”. Jika negara modern dianalogikan sebuah gedung, Negara sebagai pondasi, Bangsa sebagai bangunan. Pola tersebut menjadi “filosofi negara modern dalam melakukan pembangunan peradabannya”.

Kolonialisme dan Imperialisme

Kolonial adalah wilayah jajahan dan Imperialis adalah negeri penjajahan. Kolonialisme dan Imperialisme adalah metode bagi kaum Kapitalis dalam melebarkan cengkeramannya untuk menguasai Sumber Daya-Sumber Daya di dunia baik Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, maupun Sumber Daya Finansial.

Imperialis selain melakukan mengeksploitasi dan menguasai Sumber Daya di wilayah-wilayah jajahan. Mereka juga melakukan pengondisian sosial yang bertujuan untuk mengambil kendali absolut atas massa publik yang berlangsung dengan nyaman. Tanpa reaksi. Tanpa perlawanan. Massa publik menuruti dan patuh (OBEY).

Pengondisian sosial mengarahkan “pola pikir” masyarakat negeri jajahan sesuai isme-isme yang ditumbuhkembangkan di negeri imperialis, baik isme kanan (liberalisme) maupun isme kiri (komunisme), karena mereka memiliki akar yang sama yaitu Kapitalisme.

Segala bentuk perjuangan rakyat negeri jajahan untuk lepas dari negeri penjajah adalah bagian dari pengondisian sosial. Maka dari itu, kemerdekaan negeri-negeri jajahan adalah kemerdekaan palsu, karena struktur yang mereka bangun ialah negara modern yang terkoneksi dengan negara modern lainnya di dunia.

Negara modern adalah negara fiskal, dimana negara-negara modern menjadi debitur (negara pengutang) dari sistem finansial dunia yang dibangun oleh kapitalis dunia. Hal tersebut diindikasikan dengan hampir seluruh negara modern punya utang (utang nasional) baik kepada IMF maupun Bank Dunia.

Lahirnya Sang Pembeda

Sebagaimana sebagian besar negeri-negeri di Asia lainnya, negeri-negeri di nusantara juga menjadi negeri jajahan. Maka dapat dipastikan pola yang diterapkan sebagun dengan negeri-negeri jajahan lainnya di dunia.

Setelah pengeksploitasian Sumber Daya Alam yang membuat pribumi termiskinkan, terbodohkan dan tertindas. Imperialis memberikan kebijakan yang dikenal dengan “Politik Elitis”, yaitu politik balas budi imperialis terhadap negeri jajahan dengan membangun infrastruktur pendidikan untuk pribumi.

Namun jika ditelaah lebih mendalam, Politik Etis merupakan pengondisian sosial yang dilakukan imperialis untuk pribumi agar kolonialisasi berjalan dengan nyaman, tanpa reaksi dan perlawanan. Adapun terjadi perlawanan tetap dalam kendali pihak imperialis.

Ada dampak positif dari Politik Etis, yaitu membangun kesadaran para pemuda terpelajar pribumi terhadap kondisi kehidupan pribumi yang menjadi kelas ketiga di negeri sendiri. Realitas tersebut mendorong pribumi terpelajar memperjuangkan terangkatnya harkat dan martabat hidup pribumi.

Kesadaran tersebut melahirkan pentingnya “persatuan” untuk melakukan perlawanan terhadap imperialis. Gerakan Persatuan yang dilakukan para pemuda bukanlah membangun sebuah negara, namun ikatan manusia yang yang memiliki kesadaran bersama untuk terangkatnya harkat dan martabat hidup.
Pada 28 Oktober 1928 para pemuda berikrar :

Kami putra dan putri Indonesia, bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia;
Kami putra dan putri Indonesia, BERBANGSA yang satu, BANGSA INDONESIA;
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.

Karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka perjuangan pergerakan menuju Indonesia Merdeka. Oleh karena itu, ditetapkanlah PANCASILA sebagai dasar Indonesia Merdeka pada tanggal 1 Juni 1945. Hal tersebut membuktikan para pendiri bangsa tidak terjebak dalam pengondisian sosial yang dilakukan Imperialis dengan isme-isme yang ditumbuhkembangkan di negeri mereka.

Pancasila adalah jawaban cerdas dari para pendiri bangsa terhadap isme-isme Barat yang banyak kecacatan, isme-isme Barat yang menegasikan adanya Tuhan.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, yaitu Komitmen mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat Indonesia, bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Satu hari setelahnya tepatnya pada 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 sebagai konstitusi dan ditetapkan Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden, dengan hal tersebut Negara Republik Indonesia berdiri.

Dari runtutan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk dari Bangsa Indonesia lahir, merdeka kemudian membentuk Negara Republik Indonesia.

Jika dianalogikan sebuah gedung, Bangsa Indonesia sebagai pondasi, Republik Indonesia sebagai bangunan. Dengan demikian dapat dipastikan, jika Bangsa Indonesia kuat maka Republik Indonesia akan kuat, jika Bangsa Indonesia lemah maka Republik Indonesia akan lemah.

Perjuangan Republik Indonesia

Republik Indonesia satu-satunya Negara di dunia yang memiliki struktur Bangsa sebagai pondasi dan negara sebagai bangunan. Maka dari itu Republik Indonesia adalah Sang Pembeda.

Pola Bangsa membentuk Negara menjadi filosofi dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan pola tersebut Bangsa Indonesia mempercayai adanya dua kebenaran, yaitu kebenaran absolut dan kebenaran relatif, dimana seiringnya waktu kebenaran relatif selalu didekatkan kepada kebenaran absolut.

Kebenaran absolut adalah hukum yang bersifat pasti, tetap dan diterima oleh siapapun juga, yaitu sifat bangsa, komitmen mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat Indonesia. Sedangkan kebenaran relatif adalah usaha/ikhtiar Republik Indonesia mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat Indonesia, yaitu dengan memposisikan rakyat dalam membangun aturan-aturan dasar dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam eksistensinya, Republik Indonesia selalu menentang Kolonialisme dan Imperialisme, dan mengajak dan membatu negeri-negeri di Asia dan Afrika untuk lepas dari cengkeraman Kolonialisme dan Imperialisme. Republik Indonesia selalu memperingati bahwa Kolonialisme dan Imperialisme belum mati.

Soekarno presiden Republik Indonesia pertama mengatakan di Konferensi Asia Afrika tahun 1955:

Orang sering mengatakan kepada kita, bahwa kolonialisme sudah mati… Saya berkata kepada tuan-tuan, kolonialisme belumlah mati… Saya minta kepada tuan-tuan, janganlah melihat kolonialisme dalam bentuk klasiknya saja… Kolonialisme mempunyai juga “BAJU MODERN”, dalam bentuk penguasaan ekonomi, penguasaan intelektuil, penguasaan materi yang nyata, dilakukan “SEKUMPULAN KECIL” orang-orang asing yang tinggal ditengah-tengah rakyat. Ia merupakan musuh yang licin dan tabah, dan menyaru dengan berbagai cara… Kolonialisme adalah hal yang jahat yang harus dilenyapkan dari muka bumi.

Pada sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1960 Soekarno juga memberi peringatan:

Imperialisme belum mati, Imperialisme sedang dalam keadaan sekarat, arus sejarah sedang melanda bentengnya dan menggerogoti pondasinya. Tetapi imperialisme yang sekarat itu berbahaya, sama berbahayanya dengan seekor harimau yang luka di dalam rimba.

Perjuangan Republik Indonesia dan negara-negara anti Kolonialisme dan Imperialisme berlanjut dengan diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok. Soekarno berusaha mentransformasi Pancasila ke negara-negara lain di dunia, sebagai kekuatan yang baru muncul (New Emerging Forces/NEFO) untuk melawan kekuatan lama yang mapan (Old Established Forces/OLDEFO).

Eksistensi perjuangan Republik Indonesia mengancam eksistensi dari negara-negara imperialis. Rencana Penghancuran Republik Indonesia tidak hanya terjadi secara eksternal namun juga secara internal. Puncaknya terjadi Gerakan Satu Oktober (Gestok) 1965.

Peralihan kepemimpinan dari Soekarno kepada Soeharto adalah kemenangan Imperialis. Republik Indonesia masuk ke dalam pengondisian sosial, Republik Indonesia menjadi negara debitor, hingga berlanjut sampai saat ini.

Penutup

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila adalah negara yang unik, Sang Pembeda. Dengan mempelajari sejarah Bangsa Indonesia akan membuka “hijab” kita melihat realitas kehidupan bangsa, kita akan menemukan cahaya yang menerangi jalan.

Peradaban modern telah mengalami kemunduran dan akan segera mati. Runtuhnya secara total sistem finansial yang saat ini tengah kita saksikan membawa keniscayaan pada runtuhnya sistem politik yang tak bakal terpulihkan.

Oleh karena itu, menyadarkan anak bangsa terhadap sejarah yang benar adalah tugas utama, berangkat dari kesadaran tersebut akan melahirkan will power, dorongan kuat anak bangsa kembali ke fitrahnya, kembali ke jati dirinya, kembali ke rel perjuangannya.

Dibutuhkan anak bangsa yang tangguh untuk menjawab tantangan ini. Membangun manusia unggul adalah kebutuhan mendesak. Manusia yang terbebas dari penyakit-penyakit modern. Dibutuhkan Insan Pancasilais.

Di atas reruntuhan peradaban lama akan dibangun kembali dunia baru, dunia yang bebas dari penyakit-penyakit modern. Sesudah Demokrasi/okhlokrasi terbitkan NOMOKRASI. Restorasi peradaban ini, pembentukan nomos baru, masa depan yang lebih adil menjadi tugas para pemimpin baru diluar sistem demokrasi.

Soekarno dalam Sidang PBB, 1960 dalam pidatonya yang berjudul “To Build the World Anew” menyatakan:

“Dunia yang baru itu diminta untuk memperbaiki keseimbangan dunia yang lama… Lenyapnya Kolonialisme dan Imperialisme akan melenyapkan penghisapan bangsa oleh bangsa… Jalan keluar itu terletak pada penerapan Pancasila secara universal…” tegas Soekarno.

“Kami bertekad bahwa bangsa kami dan dunia sebagai keseluruhan, tidak akan menjadi permainan dari satu bagian kecil dari dunia,” tandasnya. (*)

*Penulis adalah Founder Republikein

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
x